Apakah Kita Mencintai Nabi Kita

Ditulis oleh: Anton Rahmat Widodo

Sebuah renungan dalam rangka memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW 1447 H

Rasulullah itu diutus untuk menjadi khalifah di muka bumi (Q.S. Al Baqarah [2]: ayat 30) dan menjadi rahmat bagi semesta alam (Q.S. Al Anbiya’ [21]: ayat 107).Alqur’an yang diturunkan kepadanya menjadi petunjuk bagi orang-orang yang bertaqwa (Q.S. Al Baqarah [2]: ayat 2) dan juga menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia (Q.S. Al Baqarah [2]: ayat 185).


Seluruh budi pekerti Rasulullah itu mulia (Q.S. Al Qalam [68]: ayat 4), dan seluruh perikehidupan Rasulullah adalah suri teladan. Meski begitu tidak semua orang mau mencontohnya. Hanya tiga golongan yang selalu menjadikan Rasulullah sebagai sumber inspirasi dalam hidup dan acuan bagi benar-salah dan baik-buruknya nilai kehidupan.


Ketiga golongan itu adalah satu: orang-orang yang senantiasa berharap surga dan rahmat kebahagiaan bertemu Allah, dua: orang-orang yang meyakini dan mengharap datangnya Hari Kiamat (Hari Pembalasan dan Kebahagiaan Abadi), dan tiga: orang-orang banyak ingat kepada Allah (Q.S. Al Ahzab [33]: ayat 21).


Di manakah kita ketika Allah mengatakan: Orang-orang yang berjalan bersama Rasulullah itu memiliki ciri-ciri: tegas terhadap orang-orang yang ingkar kepada Allah tetapi lembut dan penuh kasih kepada orang-orang yang tunduk pada Allah. Mereka senantiasa ruku’ dan sujud, sembari mencari karunia dan ridho Allah (Q.S. Al Fath [48]: ayat 29)?


Atau adakah kita di sana ketika Allah mengatakan: Allah dan para malaikat bersholawat kepada Nabi, hai orang-orang yang beriman bersholawatlah untuk nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan untuknya (Q.S. Al Ahzab [33]: ayat 56)?


Masihkah kita merasa beriman kalau hanya untuk memuji dan berterimakasih kepada Nabi saja berat?

Ampunilah kami Ya Allah, orang paling sombong dan paling kikir di dunia ini.

Allaahumma shollii wasallim wabaarik ‘ alaiika,
Ya Rasul Allah,
Ya Kekasih Allah

Scroll to Top